
INCROYABLE!!!
Halte bus bisa hilang. Hehe. Satu halte bus di Hang Bong, halte di mana aku tunggu jalur 09 buat ke Hoan Kiem dan halte dekat Museum of History kalau naik bus 02. Fotonya ada di atas ini. Kalau kebetulan melihatnya, tolong menghubungi aku. Hehe....
Sebenarnya tidak mengherankan karena aku pernah baca di Lonely Planet, kalau jalur bus tidak pasti di Hanoi. Ada kemungkinan bisa berubah. Tapi yang aku tidak sangka, kalau itu termasuk menghilangkan halte.
Oke. Di luar itu. Masih tidak percaya kalo "aku bisa naik bis" dianggap sesuatu yang ajaib oleh teman-teman di Hanoi. Thao bilang aku "adaptable", Hanh bilang "bisa merasakan suasana sehari-hari" dan sebagainya.
Bis itu - menurutku - sebetulnya berarti jaminan keteraturan. Kannika bilang, dia tidak suka dengan bis di Hanoi. Tidak seperti di Bangkok (dan Indonesia kebanyakan) bis di sini hanya berhenti di halte. Di Paris sekalipun, bis bisa berhenti di lampu merah. Jadi, (supir) bis di sini tingkat disiplinnya bagus. Seperti lagu 'Kereta Api', berhentinya punya hanya sekian detik. Kadang kalau kita lelet naik atau turun, pasti ada lagu (maksudnya kata Vietnam) yang mengingatkan untuk cepat. Naik bus, berarti kita harus naik turun di halte. Kita mengingat-ingat pertemuan jalur2 bis supaya bisa sambung menyambung untuk sampai ke tempat tujuan. Ada keteraturan menyangkut waktu tempuh, jalur yang dijalani serta bis yang membawa kita. Maka, itu tidak seperti naik motor di Hanoi yang membawa kita bebas ke mana dan bagaimana.
Yang kedua, ada petualangan ketika naik bis. Pertama, bagaimana pintunya terbuka, ada yang satu pintu, dua pintu terbuka hanya satu atau dua2nya terbuka. Kemudian di dalam, melambai2kan kartu bis juga suatu yang belum selesai. Aku tidak pernah bisa menebak di mana kondektur berada. Kadang sambil melambai, mataku mencari2 di mana kondektur berada. Sering tidak ketemu. Ketika aku di tengah, baru sadar kalau dia duduk di bangku di depan. Di tengah, dengan jenis-jenis tataan bangku yang berbeda-beda, aku belum selesai membuat adaptasi dengan variasi tataan tersebut. Apakah aku senang duduk di bagian depan, tengah atau belakang. Apakah lebih baik berdiri, duduk. Menyender di bagian dinding, di rel atau berpegangan. Di luar bahwa aku kerap naik jalur yang sama, posisi di mana aku duduk memberi cara menikmati bis yang berbeda. "Keteraturan" di sini, bagaimana kita memunculkan kemampuan untuk bisa beradaptasi secara cepat (untuk waktu yang singkat) untuk berada di dalam sebuah bis.
Dalam pemandangan sehari-hari Hanoi yang serba tidak tertebak, aku membayangkan bagaimana orang Hanoi bernegosiasi dengan dua hal teratur tersebut. Bagaimana ya?
Satu hal yang aku pelajari dari "teman travelling"-ku selama ini adalah bila berada di daerah yang baru perlu segera tau bagaimana untuk memobilisasi diri. Ini termasuk untuk segera punya map/peta (bisa ngunduh dari internet), buku panduan (kalau punya duit bisa beli lonely planet) walau menikmati kota dengan cara yang tidak biasa lebih menarik dan cari tau transportasi paling umum di daerah itu. Temanku dari host institution di sini, Thu, selalu menyarankan untuk naik xe om, nama ojek di Hanoi, tanpa sekalipun pernah mengajarkan bagaimana naik bis. Seingatku menyebut kata bispun tidak.
Menurutnya, bis di Hanoi tidak nyaman, meskipun diakuinya kalau dia belum pernah naik bis. Tapi buatku, naik bis jadi keharusan. Satu, supaya tidak termanja oleh "melambai, menawar, duduk dan sampai" dan Dua, naik xeom benar-benar bisa menguras isi saku. Minimal naik xe om biasanya 10ribu, bandingkan dengan dengan bis yang 3000 sekali naik. Ada pilihan yang ketiga, sebenarnya, yaitu jalan kaki. Tapi dalam kondisi cuaca yang sedang dingin-dinginnya, aku tidak menyarankan diriku untuk mengambil pilihan terakhir ini. "We can have a strong legs," canda resepsionis apartemenku.
Akhir bulan lalu aku memutuskan buat mendaptar untuk bisa beli tiket bulanan. Dengan masukan dari Kannika untuk mendaftar di kios Ga Ha Noi (maksudnya stasiun kereta) plus bantuan teman resepsionis tadi untuk menterjemahkan formulir, jadilah aku mendapatkan kartu dengan foto 2x3-ku menempel sebagai pengenal. Setiap bulan, aku harus membayar 80000 untuk mendapatkan sejenis stiker tanda berlangganan. Kalau aku bisa mendaftar sebagai pelajar, ada tarif potongan seharga 50000. Sayangnya itu 5 tahun lalu.
Dan ternyata, bis di sini nyaman luar biasa. Mereka tertib berhenti hanya di halte. Artinya, ada jaminan kalau aku menunggu di halte, tidak lantas harus berlari karena bisnya harus menurunkan penumpang beberapa meter yang lain dan memilih melewatiku untuk berhenti di beberapa meter yang lain. Haltenyapun bersih, dilengkapi dengan bangku panjang terbuat dari alumunium. Sepertinya menjelang ASEM' 06 kemaren ada gerakan membuatkan halte bis. Halte dilengkapi pula papan penunjuk arah yang meskipun dalam bahasa Vietnam, tapi cukup informatif karena nama jalan-jalan yang dilalui ditulis lengkap. Bis-bisnya bersih seperti transJakarta ketika mulai dioperasikan. Menurut pengamatanku, ada dua macam; bis yang Prancis karena ada tulisan "Sorti" (keluar) dan model Korea karena ada tulisan Daewoo (yang artinya bukan keluar!!!). Buatku, model Prancis lebih ramah karena daun pintu keluarnya ada empat. Artinya, terbukanya lebih lebar hingga tidak berkesan desak-desakan.
Sejauh ini, aku sudah hapal untuk naik ke bis ke host institution-ku di Giai Phong dengan jalur 32, nyegat di Le Duan. Ke Hoan Kiem Lake naik jalur 09 nyegat di Hang Bong. Dan pulang ke apartemen di Tang Duy Tan naik 02, 09, 32 dan 34. Hehehe....
Hujan pertama di Hanoi. Maksudnya pertama sesudah satu bulan aku di sini. Kannika sudah wanti-wanti, kata temannya, hujan seperti ini walau masih kecil (gerimis maksudnya) tetap bisa bikin sakit. Hujan memang makin berpengaruh pada cuaca, makin dinginnnn.... Dingin pula yang membuat kami memutuskan untuk ke Museum of History ketimbang ke Van Mieu "Temple of Litterature". Bayangkan harus berada di ruang terbuka dalam cuaca hari ini....
Lokasi museum ini menurutku tidak berpretensi untuk menunjukkan kemegahannya. Letaknya tersembunyi di balik pohon-pohon tinggi sehingga kehadirannya baru akan tampak kalau sudah berada di balik pagar halamannya. Bangunan ini pun mesikpun gemuk tidak terlalu tinggi sehingga tidak lalu mendominasi bangunan-bangunan rumah model vila yang ada di sekitar French Quarter. Kombinasi ini mungkin karena si perancang, Ernest Hebard tidak hanya arsitek tapi juga perencana urban. Maksudnya, merancang bangunan berarti juga melihat konteks lingkungannya; apakah mau menjadi dominan, mengisi yang kosong atau menjadi tetangga yang ramah.
Secara arsitektural, bangunan ini merupakan representasi cita-cita arsitektur Indochina E. Hebrard. Sebagai arsitek Prancis, tentu saja bekalnya adalah kosakata arsitektural Prancis. Detil-detil yang kita lihat di museum ini kebanyakan oriental, barangkali ada usaha untuk mengawinkan keduanya. Soal skala, teknik konstruksi serta tipologi untuk bagian pengaruh Prancis, sementara bagian detil adalah untuk pengaruh oriental. Aku tidak tahu apakah bisa disebut mendapat pengaruh oriental kalau hanya muncul pada detil over hang, sudut atap serta pagar balkon (atau lorong entah apa karena tidak diaktifkan) sempit. Makna yang berbeda. Ada usaha untuk menanggapi iklim? Atau sekadar inspirasi. Mungkin inspirasi yang muncul setelah mengamati sekian tipe arsitektur di Indocina serta kosakata detil arsitekturalnya. Mungkin kalau bisa menemukan bangunan asli Vietnam yang skala dan fungsinya mendekati, kita bisa bilang kalau ada pengaruh oriental di situ. Ya, mungkin ada bacaan lain yang bisa menjelaskan apa yang sedang dikerjakan Hebrard ini.
Bike or Burden. Di Hanoi, harga sepeda motor yang murah -hanya 3 juta untuk sebuah motor Cina- membuat jumlahnya yang sedang berkeliaran di jalan hanya -konon- selisih separuh dari jumlah penduduknya. Jalan bisa menjadi sangat penuh dengan sepeda motor, terutama waktu-waktu puncak, seperti pagi ketika orang-orang harus ke kantor dan sekolah, serta sore ketika orang-orang pulang kantor. Mereka bisa mengklakson dengan sangat keras dan panjang bila tidak diberikan jalan. Sama juga dengan di Indonesia, lampu belumlah lampu merah bila belum benar-benar merah.
Satu yang akan membuat tercengang adalah bagaimana motor dimanfaatkan sebagai alat untuk angkutan barang. Ya, ini juga terjadi di Indonesia, sampai ada iklan layanan masyarakat 'untung jadi buntung' yang bintangnya cak lontong. Tapi di sini luar biasa sekali. Impossible is nothing di sini. Dari yang kecil seukuran kardus indomi hingga yang besar seukuran kardus kulkas -termasuk kulkas di dalamnya!!! Sayang, mata saya kalah cepat dengan kelebatan motor itu, jadi maaf belum ada foto yang menjadi saksi peristiwa besar tersebut.
Persoalan pertama yang harus diselesaikan adalah, menaruh secermat dan seoptimal mungkin barang di atas motor. Kemudian, mengikatnya seerat mungkin. Sebelum meluncur, dibutuhkan satu tenaga sukarela untuk menjaga barang-barang itu pada keadaan seimbangnya. Lalu meluncurlah si motor bersaing dengan motor-motor lainnya di jalan. Dan kita jadi mengerti kalau kendaraan jenis ini senang meng-klakson berpanjang-panjang daripada berhenti dan terpaksa menyeimbangkan lagi bawaannya, hehehe....
* Bike or Burden adalah sebuah judul buku yang isinya foto tentang motor serta boncengan mereka yang "plus" banyaknya.
Tutto Mondo. Mural terakhir karya Keith Herring ini dibuat sekitar tahun 1985. Ketika itu Keith sudah divonis AIDS dan hidupnya dalam hitungan hari. Karya ini tidak sengaja kami temukan di Pisa, lokasinya tidak jauh dari Stasiun Pisa Centrale di fasad belakang gereja St. Antonio. Tujuan kami saat itu menengok La Torre di Pisa yang miring itu. Keith Herring membuatnya di bagian belakang gereja St. Antonio di mana ada ruang terbuka yang ketika kami di sana sedang diramaikan oleh ibu2 yang sedang mengasuh bayinya. Ada satu deretan bangku panjang yang diletakkan menghadap ke bagian dinding mural tersebut. Ruang yang terbuka tercipta di antara dinding tersebut dan bagian deret bangku, sehingga mural tersebut menjadi latar dari kegiatan-kegiatan mengasuh bayi, anak kecil bermain, dsb.