Thursday, September 24, 2009

Sayembara Tanpa Hadiah

From: Elisa
To: iai-architect@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, September 23, 2009 6:41:39 PM
Subject: [iai-architect] Sayembara Tanpa Hadiah

Rekan-rekan arsitek sekalian,

Anda diundang untuk mengikuti Sayembara Tanpa Hadiah yang diadakan oleh www.rujak.org <../../../.. /forumami/ www.rujak. org>

Merancang hunian untuk empat (4) keluarga berpenghasilan menengah Jakarta di atas tanah 245 m2 (lihat lampiran) di jalan Rembang No. 11, Jakarta 10310.

Latat Belakang

(Lihat antara lain
http://rujak. org/2009/ 08/density- myth-and- reality/
<../../../.. /2009/08/ density-myth- and-reality/ >
<../../../.. /2009/08/ density-myth- and-reality/ > )

Sudah jadi pengetahuan umum bahwa, sementara kelompok masyarakat berpenghasilan sangat tinggi kini mudah mendapatkan hunian di dalam kota (atau di mana saja, untuk hal ini), dan kelompok berpenghasilan rendah mendapatkan subsidi di dalam pusat kota atau di pinggiran kota, atau secara spontan menduduki berbagai tanah publik, kelompok berpenghasilan menengah hanya memiliki pilihan hunian berupa landed house di tepian kota, atau rumah-rumah tua di dalam kampung-kampung yang lama tidak mendapatkan peningkatan prasarana di dalam kota.

Perubahan tata-guna lahan di dalam Kota Jakarta telah mengurangi stok jumlah hunian. Penduduk Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan telah menurun secara absolut dalam sepuluh tahun terakhir. Stok hunian yang tersisa di lokasi-lokasi yang baik (dalam kepentingan modal disebut "lokasi strategis") untuk hunian karena dekat dengan lapangan pekerjaan dan sarana publik kini terus menerus mengalami ancaman alih fungsi dan harga tanah, yang antara lain secara tidak cakap dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah melalui penetapan Nilai Jual Obyek Pajak yang setinggi-tingginya "mengikuti perkembangan pasar".

Perpindahan kelas menengah ke pinggir kota dalam jangka panjang akan menyebabkan matinya pusat kota di malam hari, menjadikannya tidak efisien sebagai ruang kota, dan mematikan budaya kehidupan berkota dan mengota itu sendiri. Sementara itu pengembangan sub-kota (suburbs) yang terus menerus spekulatif dan tidak efisien akan menambah kepada pencemaran lingkungan melalui polusi udara para pengulang-alik, penggerusan lahan subur, pemborosan prasarana, dan lain-lain.

Yang harus dilakukan adalah meningkatkan stok hunian di dalam kota Jakarta yang terjangkau oleh kelompok berpenghasilan menengah di Jakarta.

Yang terjangkau ini secara logis adalah meningkatkan kepadatan jumlah hunian per tiap-tiap lahan, tetapi untuk lebih banyak jumlah keluarga, bukan kepadatan fungsi lain atau untuk jumlah orang berbelanja atau untuk jumlah mobil. Ini berarti juga bukan gedung-gedung tinggi yang mahal karena perlengkapan bangunannya (lift, AC, pompa, dll), dan karena biaya struktur bangunan yang makin meningkat per meter persegi pada bangunan yang tinggi.

Tujuan

Sayembara Tidak Berhadiah ini bertujuan mengumpulkan gagasan terbaik untuk meningkatkan kepadatan hunian kelompok berpenghasilan menengah di dalam pusat kota Jakarta, melalui rancangan bangunan hunian untuk empat keluarga pada sebidang tanah yang nyata, ialah di Jalan Rembang no 11 di Jakarta Pusat.

Sayembara ini tidak menentukan batas apapun kecuali lahan yang nyata, dan peruntukan bagi hunian empat keluarga dari kelompok berpenghasilan menengah di Jakarta.

Para peserta dipersilakan menafsirkan sendiri kebutuhan (dan kemampuan serta kewajiban) "keluarga berpenghasilan menengah di Jakarta". Sebab, arsitektur bukan hanya penerima "terms of reference" yang diterjemahkan menjadi bentuk sesuai pesanan, melainkan arsitektur sendiri berhak dan mampu merumuskan "terms of reference", dengan kata lain: membayangkan sendiri masyarakat Indonesia masa depan seperti
apa.

Sedangkan kelestarian dan atau keramahan terhadap lingkungan sudah dengan sendirinya harus menjadi tujuan tanpa perlu digembar-gemborkan sebagai sesuatu yang khusus atau istimewa. Yang minimal harus dicapai adalah: tidak digunakan pendingin udara, pengolahan kembali air limbah dapur dan kamar mandi, tersedia kemungkinan menggunakan panel photovoltaic, penyerapan air hujan seluruhnya ke dalam tanah (tidak
dialirkan ke saluran tepi jalan), komposting, tidak digunakan mesin pengering cucian, dan tidak digunakan lampu pada siang hari.

Rancangan Tidak Perlu Terikat pada Ketentuan seperti KDB, KLB, dan Ketinggian Bangunan.

Format

Karena tujuan di atas, maka rancangan yang dimasukkan minimal perlu mencapai tahap "Schematic Design". Sangat dianjurkan untuk sampai pada tahap "Design Development" , setidaknya untuk beberapa hal yang menentukan kinerja rancangan mencapai tujuan
ramah-lingkungan dan lestari.

Rancangan dikirim hanya dalam bentuk digital ke info@rujak.org, dengan mencantumkan nama dan alamat lengkap serta email peserta, serta berbahasa Indonesia.

Format dijital yang digunakan adalah PDF, DOC, JPG, XLS, dan PPT.

Bila akan menggunakan format lain, harap memberitahu penyelenggara melalui: info@rujak.org

Jadwal:

Pendaftaran (tanpa biaya): Nama, alamat, no.telpon, Alamat email, dikirim ke: info@rujak.org paling lambat tanggal 20 Oktober 2009.

Karya dikirim kepadan info@rujak.org paling lambat tanggal 20 November 2009.

Pemenang (tanpa hadiah) akan diumumkan tanggal 27 November 2009 melalui situs www.rujak.org ataupun pemberitahuan via email.

Tindak Lanjut:

Karya-karya yang diterima akan diterbitkan menjadi "buku" digital dalam bentuk PDF dan disiarkan melalui www.rujak.org dan lain-lain. Selanjutnya akan dipertimbangkan untuk diterbitkan dalam bentuk buku tercetak.

Bilamana ada gagasan khas dari sebagian atau seluruh karya peserta yang digunakan untuk mewujudkan/membangu n secara nyata bangunan hunian empat keluarga ini, maka peserta yang bersangkutan akan diberitahu, mendapatkan pengakuan terbuka, dan mendapatkan imbalan yang jumlahnya akan dirundingkan.

Juri:

Dewan Juri terdiri dari para editor www.rujak.org:
Marco Kusumawijaya, Elisa Sutanudjaja, Meutia Chaerani, Andrea Fitrianto, Cecil Mariani, Armely Meiviana

Data:

1. Gambar Site (silakan unduh disini )

2. Google Map (silakan unduh disini )

Sila kunjungi situs ini untuk informasi tambahan.

Kami tunggu partisipasi anda,

Salam,

Elisa Sutanudjaja,
Editor www.rujak.org

Tuesday, September 22, 2009

GARDU-GARDU LISTRIK

Mungkin sering penasaran dengan keberadaan bangunan besar seperti gardu. Ukuran tidak selalu sama, ada yang seukuran gardu jaga, tapi ada pula yang seukuran kantor jaga keamanan. Lokasinya selalu kebanyakan di tepi jalan dekat dengan kawasan yang rasanya sudah ada sejak awal abad ke-19.

Ketika bangunan tersebut bercat kuning-merah-biru, barulah kita tahu kalau mereka gardu-gardu listrik yang merupakan aset PLN.









Sejarah Kelistrikan
Tentu saja, sejarah ketenagalistrikan di Indonesia sudah jauh ada sebelum PLN. Di internet saya menemukan sedikit sejarah ketenagalistrikan di Hindia Belanda yang dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi untuk kepentingan umum, diawali dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV NIGM (Nederlandsch Indie Gas Maatschappij) yang berdiri pada tahun 1897 yang memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik. Gedung kantornya yang monumental terletak tidak jauh dari Stasiun Gambir di Jakarta dan kini berfungsi sebagai Kantor Pusat PLN Jakarta Raya dan Tangerang. Pembangkit Listrik Tenaga Uap waktu itu terletak di Gambir.








Sumber:

NV NIGM kemudian berubah menjadi NV OGEM yang mendapat ijin untuk melakukan usaha di Batavia, Jatinegara serta Tangerang sejak 1913. Perusahaan listrik saat itu tidak hanya satu, ada pula yang lain seperti NV GEBEO, ELECTRA, SEM dan NV AINEM yang punya ijin untuk beroperasi di Surabaya, Yogyakarta dan Surakarta. Termasuk pula pelayanan di luar Jawa seperti di Padang dan Medan yang juga telah berkembang.

Setelah sempat di bawah kendali Jepang, dalam situasi gelora kemerdekaan para karyawan listrik mengambil alih perusahaan-perusahaan listrik dan menyerahkannya pada Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Kerja waktu itu. Pemerintah kemudian menetapkan tanggal 27 Oktober 1945 sebagai Hari Listrik.

Nasionalisasi perusahaan listrik secara masif berlangsung setelah KMB. Pada 1961, dibentuklah Badan Pemimpin Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU-PLN) dan pada 1972, PLN berubah menjadi perusahaan umum listrik negara. Berikutnya, status PLN yang semula berada di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik beralih di bawah Departemen Pertambangan dan Energi pada tahun 1982. Sebelumnya, pada 13 Mei 1965, telah terjadi pemisahan antara listrik dan gas dan terbentuklah Perusahaan Gas Negara (PN Gas).

Gardu-Gardu Listrik Sekarang
Dengan berkembangnya teknologi, gardu-gardu berukuran besar tersebut banyak tidak digunakan lagi. Ada yang terbengkalai, namun sebagai aset PLN, meski tidak termanfaatkan banyak yang terawat baik dengan polesan cat baru berwarna.

Ada saja yang punya gagasan dalam memanfaatkan gardu-gardu tersebut. Yogyakarta rasanya kota yang punya banyak gagasan. Misalnya saja di Jalan Abu Bakar Ali, Gardu Listrik 6 kv atau Gardu Aniem (disebut demikian karena gardu itu merupakan warisan NV ANIEM). saat ini digunakan sebagai media sosialisasi PLN. Penambahan elemen-elemen serupa benteng sempat dikecam para pemerhati bangunan bersejarah.









Di Kota baru, gardu distribusi listrik no. 20 yang dibangun pada tahun 1918 untuk melayani kebutuhan listrik di kawasan Nieuw Wijk atau Kota Baru dimanfaatkan sebagai kanvas oleh Kelompok Seniman "Apotek Komik" ketika mereka giat dengan proyek Mural Kota. Bangunan itu hingga kini berlukiskan burung dan sangkar.

Sementara di Kotagede, Babon Anim yang letaknya tidak jauh dari Pasar Gedhe sudah berulang kali berubah fungsi. Sempat jadi pos polisi, gardu ini direncanakan untuk menjadi pos informasi wisata Kotagede. Ambruk ketika gempa tahun 2006, gardu ini berdiri tegak kembali seturut program rehabilitasi dan rekonstruksi di Kotagede.

Bagaimana dengan gardu-gardu lain?
Rasanya gagasan pemanfaatan perlu dikembangkan dengan terbuka pada inisiatif masyarakat. Dua contoh di Yogyakarta menunjukkan bagaimana masyarakat baik yang tinggal bersama gardu maupun yang tidak telah mendorong pelestarian gardu-gardu tersebut.





Babon Anim Kotagede




Lain-lain:
Perusahaan-Perusahaan Listrik Swasta & Kota Praja pada Masa Kolonial Hindia Belanda
(Sumber: http://www.pln-jabar.co.id/nama_perusahaan.htm)

1. NV NIGM
Nederlans Indische Waterkracht Electriciteit Maatschappij
Regionale Consessie: Batavia, Kebajoran, Meester Cornelis, Tangerang, Medan, Palembang, Makassar, Manado, Tandjung Karang en Atjeh.

2. NV ANIEM
Algerneen Nederlands Indische Electriciteit Maatschappij
Regionale Consessie: Oost Java, Centrale Java, Banjarmasin, Pontianak en Singkawang.

3. NV GEBEO
Gerneenschappelijke Electriciteit Bedrijven Bandung en Ornstreken
Regionale Consessie: West Java.

4. NV NIWEM
Nederlands Indische Waterkarch Electriciteit Maatschappij
Regionale Consessie: Samarinda en Tenggarong.

5. NV STEM
Samarinda Tenggarong Electriciteit Maatschappij
Regionale Consessie: Samarinda en Tenggarong.

6. NV EMBP
Electriciteit Maatschappij Balikpapan & Bagan Siapi-api
Regionale Consessie: Balikpapan & Bagan Siapi-api.

7. NV EMB
Electriciteit Maatschappij Banjumas
Regionale Consessie: Banjumas.

8. NV EMR
Electriciteit Maatschappij Rembang
Regionale Consessie: Rembang.

9. NV OJEM
Oost Java Electriciteit Maatschappij
Regionale Consessie: Lumajang en Situbondo.

10. NV ELECTRA
Electriciteit Maatschappij Electra
Regionale Consessie: Tulungagung.

11. NV SEM
Soloche Electriciteit Maatschappij
Regionale Consessie: Solo, Klaten en Bojolali.

12. NV EMS
Electriciteit Maatschappij Sumatra
Regionale Consessie: Bukittinggi en Sibolga.

13. NV EBALOM
Electriciteit Maatschappij Bali & Lombok
Regionale Consessie: Denpasar, Ampenena, Singaraja, Ternate en Gorontalo.

14. NV EMTO
Electriciteit Maatschappij Timor Onderhorigheden
Regionale Consessie: Kupang en Waingapu.

15. NV EMA
Electriciteit Maatschappij Ambon
Regionale Consessie: Ambon.

16. NV YOUNGE
Electriciteit Maatschappij SW Younge
Regionale Consessie: Tanjung Pinang.

17. NV PRAPAT
Electriciteit Maatschappij Prapat
Regionale Consessie: Prapat, Balige, Sidikalang en Sungai Penuh.

18. NV REB
Electriciteit Maatschappij Bedrijven
Regionale Consessie: Lamongan, Trenggalek, Kendangan en Barabai.

19. NV GEB
Gerneenlijke Electriciteit Bedrijven
Regionale Consession: Padang, Jambi, Pematang Siangar, Batavia, Rengat, Tandjung Balai, Turuntung en Madiun.
Regionale Consessie: Solo, Klaten en Bojolali.


ASIA FELLOWS AWARDS
~ASIAN STUDIES IN ASIA~


FUNDING AND ADMINISTRATION

The Asian Scholarship Foundation (ASF) is funded by a grant from the Ford Foundation. Its office in Bangkok administers the ASIA Fellows Awards in the region with assistance from its partner offices in Beijing, Hanoi, Jakarta, Manila, and New Delhi.

The ASF Board Management Committee is composed of twelve educational and public leaders from the People’s Republic of China, Northeast Asia, South Asia and Southeast Asia. The Board Management Committee selects the fellows, oversees the program and makes policy decisions.


GOALS AND OBJECTIVES

The principal goal of the ASIA Fellows Awards is to increase the overall awareness of intellectual resources in the countries of Northeast Asia, South Asia and Southeast Asia and to contribute to the growth of long-range capabilities for cross-regional knowledge sharing. The ASIA Fellows Awards seek to develop regional expertise, establish a multilateral network of Asian specialists from many disciplines, professional fields and countries, stimulate interdisciplinary research and inter-societal comparison, and contribute to new developments within existing area studies communities. The awards offer opportunities for outstanding young and mid-career Asian scholars, and professionals to gain knowledge of the countries in the region and an understanding of the contexts that shape global and regional issues through research. They enable the awardees to conduct research in a participating Asian country for six to nine months.


ELIGIBILITY

1. Citizens of and residents in Bangladesh, Bhutan, Brunei, Cambodia, the People’s Republic of China, Hong Kong, India, Indonesia, Japan, Laos, Malaysia, the Republic of Maldives, Myanmar, Nepal, Pakistan, the Philippines, Singapore, South Korea, Sri Lanka, Taiwan, Thailand, and Vietnam.

2. Master’s/doctoral degree or equivalent professional training and experiences (minimum of 3 years of university teaching experiences for scholars or 5 years of work experience for professionals.)

3. Applicants must be 45 years old or younger at the time of the application deadline. However, those up to 50 years old proposing to do research in the field of Humanities may be given special consideration.

4. Proficiency in English or in the language of the host country appropriate to the proposed research project.

5. Those who are currently enrolled in a degree program, or have just completed a degree program for less than one to two years will not be eligible to apply. Those who were a recipient of a Ford Foundation fellowship grant within the last two years prior to the application are also ineligible.


CONDITIONS OF THE AWARDS

1. The proposed research projects for the ASIA Fellows Awards can be carried out in only one participating country (except the applicant’s own) and under the following conditions:

a. No applicant can propose to conduct their research in Hong Kong, Japan, Singapore, South Korea and Taiwan.

b. Applicants from Indonesia, Malaysia, the Philippines, and Singapore cannot undertake research in each other’s countries.

c. Applicants from Hong Kong, Japan, South Korea and Taiwan can only apply to conduct their research in Thailand, the host country of ASF.

2. Any part of the proposed project that will be done in the applicant’s own country will not be funded under the ASIA Fellows Awards.

3. The proposed grant period must be between 6 to 9 months. Once awarded, a fellow is required to conduct research at the proposed host country throughout the grant period. Splitting of the grant period or conducting research in the applicant’s own country during the proposed grant period is not allowed under any circumstances.

4. While an applicant from South Asia or Southeast Asia may propose a research project in a country within his/her own region, preference is given to applicants who propose to conduct research in a region of Asia other than their own (e.g., an award to an Indian scholar or professional for research in China).

5. Applicants should not plan to conduct their research in a country with which their home country has a difficult diplomatic relationship because of the uncertainties of securing an affiliation and obtaining a research clearance and visa for a long-term stay.

6. It is preferable that invitation letter or e-mail to confirm affiliation from a host institution be obtained and submitted together with the application.

7. Fellowship awards are not for the purpose of completing requirements towards an academic degree (master’s thesis or doctoral dissertations).


FELLOWSHIP ACTIVITIES

ASIA Fellows awardees are placed at top-ranking research universities and non-academic institutions such as museums, archives or think tanks. Fellows should identify preferred placements in host countries. They may engage in an organized field research in the host country. Fellows are strongly encouraged to undertake some language training in their host country as part of facilitating their research. They are also provided the opportunities to present guest lectures, or to conduct seminars and workshops at the invitation of the host institutions.

All fellows are required to attend the Orientation Program in conjunction with the Tenth Annual Conference to be held in Bangkok in June 2010. They are also required to start the award IMMEDIATELY after the orientation. At the end of the fellowship, fellows must submit to the ASF office in Bangkok evidence of the results of their research project in the form of publications, photos of artistic works, audio/ video productions, etc.


AWARDS BENEFITS

 Travel Allowance:
 Round-trip travel between home country and host country
 Maintenance Allowance:
 In-country living allowance to cover housing and other expenses.
N.B. No travel nor living allowance will be provided for dependents
 Limited accident and health insurance
 Field Trip/Language Training Allowance:
 For traveling within a host country, and a formal course on language training or with a private tutor in the host country
 Research Allowance:
 For research-related costs, computer purchase and internet connectivity to communicate with colleagues, other ASIA Fellows, and to access the Asian Scholarship Foundation Website
 Excess Baggage/Shipping Allowance


SELECTION PROCESS

Regional review committees composed of leading scholars from participating countries conduct an initial review of the applications. In mid-March, short-listed candidates are interviewed by the review committee at a meeting in Bangkok. (The Asian Scholarship Foundation covers the travel expenses of short-listed candidates.) The applications of recommended candidates are then forwarded to the multi-regional Board Management Committee which will make the final selection of ASIA Fellows Awards recipients in May 2010.


EXAMPLES OF RECENT ASIA FELLOWS AWARDS

1. “A Comparative Study on Indian and Dvaravati Architecture During the Mid 6th -10th Century A.D.” conducted by aThai archaeologist and hosted by the M.S. University of Baroda, Gujarat, India.

2. “Religious Beliefs of the Chinese in Vietnam – Buddhist and Catholic Perspectives,” conducted by an associate professor from China and hosted by Vietnam Academy of Social Sciences, Vietnam.

3. “Media Development and Pluralism in Malaysia: A Third Eye View,” conducted by an assistant professor from Bangladesh and hosted by the Universiti Kebangsaan Malaysia.

(More examples of approved research projects under the ASIA Fellows Awards can be found at the ASF website.)


APPLICATION DEADLINE

All application materials must be received by the Asian Scholarship Foundation on or before January 15, 2010. The application form can be downloaded from the ASF website: http://www.asianscholarship.org; or can be requested via e-mail: info@asianscholaship.org.


TIMELINE OF ACTIVITIES

 March 2010 Interview of Short-listed Candidates in Bangkok
 May 2010 Awards Notification
 June 2010 Orientation Program and Tenth ASIA Fellows Annual Conference
 June 2010 Awards Begin


SUBMITTING THE APPLICATION

All applications must be sent to the ASF Office in Bangkok:

ASIA Fellows Awards
Asian Scholarship Foundation (ASF)
29 Vanissa Bldg., 4th Fl.
Chidlom, Ploenchit Rd., Pathumwan
Bangkok 10330, Thailand
Tel: (66-2) 655-1615-7
Fax: (66-2) 655-7977
E-mail: info@asianscholarship.org


CHECKLIST OF THE APPLICATION

Before submitting your application, have you attached all of the following?

1. Filled up application form
2. Research project statement
3. Curriculum vitae
4. Sealed letter of recommendation

Sunday, September 20, 2009

Construction starts on Indonesia Pavilion
Date:19/09/2009
(Sumber : http://en.expo2010.cn/a/20090919/000001.htm)













land-breaking ceremony of Indonesia Pavilion












an artistic rendition of Indonesia Pavilion


Construction began yesterday on the Indonesia Pavilion for the Expo 2010 Shanghai China.

The Indonesia Pavilion will be 4,000 square meters with the theme "Eco-diversity."

Indonesia will build its pavilion in Expo site not only to reflect the Expo 2010 theme "Better City, Better Life" but also the diversity of Indonesian culture, said Hong Hao, director of the Bureau of Shanghai World Expo Coordination. The pavilion will let people see an ever-growing and creative nation, which is full of harmony among its people as well as between its people and the nature, Hong added.

Hong also hoped that Expo 2010 will offer Indonesia and other countries a stage to let visitors bring home colorful memories about these countries.

Mari Elka Pangestu, Indonesian Trade Minister and the country's Commissioner General for Expo 2010, thanked Chinese government's efforts for the Expo 2010 and said that Indonesia felt proud to participate in this world event.

Indonesia's cities are melting pots of more than 200 ethnic groups, which is why these cities are attractive, Mari Pangestu said. Expo 2010 will showcase the unity of Indonesia and its development potential in natural resources, culture and creative industry, investment, trade and tourism.

The walls, ceilings and some of the ground areas will be built from bamboo, which symbolizes the spirit of the country that is so resilient.

A 40-meter wide and 17-meter high waterfall would be created in the middle of the building, dividing it into two parts, just like the Equator going through Indonesia.

Editor: Yang Jian and Shen Li

Saturday, September 19, 2009

IRP Regional Workshop : Indonesia Building Back Better and Greener



IRP Regional Workshop : Indonesia
Building Back Better and Greener
Stake Holder Approach in Local Based Approach toward Better Management of Post Disaster Recovery process
This event is planned to start at 7:00 pm on Nov 4, 2009 at Main Hall Pasca Sarjana Building Indonesia.

4th International Symposium of NUSANTARA URBAN RESEARCH INSTITUTE (NURI)“CHANGE & HERITAGE IN ARCHITECTURE AND URBAN DEVELOPMENT"



4th International Symposium of NUSANTARA URBAN RESEARCH INSTITUTE (NURI)“CHANGE & HERITAGE IN ARCHITECTURE AND URBAN DEVELOPMENT”
Posted by Reni Ambarwati
(http://aptari.org/4th-international-symposium-of-nusantara-urban-research-institute-nuri%E2%80%9Cchange-heritage-in-architecture-and-urban-development%E2%80%9D/)

ACARA :
4th International Symposium of NUSANTARA URBAN RESEARCH INSTITUTE (NURI)“CHANGE & HERITAGE IN ARCHITECTURE AND URBAN DEVELOPMENT”

TEMPAT :
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Jl.Prof.Sudharto, SH,Semarang, Jawa Tengah Indonesia

TANGGAL :
Sabtu, 7 November 2009

PEMBICARA UTAMA :
Prof. Julahi Wahid
(pendiri NURI, Universiti Sains Malaysia, Penang , Malaysia)
Ir.Johannes Widodo, M.Arch, Ph.D
(National University of Singapore,Singapore )
Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, Ph.D., M.Arch
(Universitas Indonesia - Jakarta , Indonesia )
Prof.Ir Eko Budihardjo, Msc
(Universitas Diponegoro-Semarang, Indonesia )
Prof. Siriwan Silapacharanan (tentative)
(Chulalongkorn University-Bangkok, Thailand)

PESERTA SEMINAR
Professional, dosen, mahasiswa di bidang arsitektur, perencana dan perancang kota, lingkungan, sipil, serta instansi yang berkompeten: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Bangunan, Dinas Lingkungan Hidup, LSM dan masyarakat pemerhati arsitektur perkotaan
Jumlah peserta seminar sekitar 150 orang

BIAYA SEMINAR :
Pendaftaran peserta umum : Rp.250.000,00
Pendaftaran pemakalah sebelum 25 oktober 2009: Rp.400.000,00
Pendaftaran pemakalah setelah 25 oktober 2009: Rp.500.000,00
Proceeding : Rp.200.000,00
Pendaftaran peserta Mahasiswa Sarjana : Rp.50.000,00
Pendaftaran peserta Mahasiswa Pascasarjana : Rp.150.000,00

Biaya pemuatan makalah dalam proceeding dikirim paling lambat tanggal 25 Oktober 2009, melalui Rek.Bank Mandiri KCP Semarang Univ.Diponegoro No 136-00-0677958-8 An. Imma Sofi Anindyta. Biaya seminar dapat di bayarkan pada saat pelaksanaan seminar.

DETAIL PENULISAN DAN PENGIRIMAN
Abstrak, ditulis 1 spasi huruf times new roman 10, maksimal 500 kata.
Full paper, ditulis 1 spasi huruf times new roman 10, maksimal 10 halaman, ukuran A4.
Abstrak dan full paper (juga di sertakan bukti pembayaran) dikirimkan lewat email: nuri.undip@gmail.com

ALAMAT SEKRETARIAT DAN CONTACT PERSON
Laboratorium Teori dan Sejarah Arsitektur
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH – Kampus UNDIP Tembalang
email: nuri.undip@gmail.com
HP: 081 2283 6996 An. Prof.Ir. Totok Roesmanto, M.Eng.
HP: 081 2293 9623 An. Bangun IRH, ST.MT

Spasialisasi Pusaka...

Awalnya adalah gagasan mengenai adanya pusaka. Menyadari bahwa kehidupan berjalan linear, maka apa yang terjadi di masa sekarang sesungguhnya mendapat pengaruh dari yang terjadi di masa lalu. Dengan demikian, yang terjadi di masa mendatang merupakan buah dari kejadian di masa lalu serta masa sekarang.

Dalam "Architecture of the City", Rossi berpendapat bahwa artefak kota tidak sekadar sebuah bentuk fisik, melainkan non fisik yaitu berbagai memori mengenai bagaimana kota dibangun. Rasanya ini yang mengantar kejadian di masa lalu untuk bisa diketahui di masa sekarang.

Tentu saja, banyak pemahaman yang mengolah gagasan ini. Dalam "The Politics of Ruins and the Business of Nostalgia" Maurizio Peleggi menunjukkan bagaimana pemerintah Thailand mengangkat artefak-artefak dari masa lalu sebagai heritage atau pusaka bangsa melalui berbagai penelitian historis yang dilanjutkan dengan kegiatan konservasi. Kalau sebelumnya, bangunan ibadah Budha sebagai pusaka, maka kemudian artefak dari periode Sukhothai ataupun Ayutthaya. Pada perkembangannya, pariwisata melihat dengan cara yang lain yaitu sebagai obyek wisata.

Seperti Roma tidak dibangun dalam 1 hari, makna pusaka juga tidak sekali jadi. Apa yang terlihat sebagai sebuah artefak, bisa saja memiliki nilai signifikansi yang berbeda-beda. Implikasinya tentu saja pada pilihan tindakan pelestarian karena rasanya tiap signifikansi punya konsekuensi sendiri. Signifikansi berpengaruh pada elemen apa yang harus dipertahankan dan boleh dikembangkan. Begitulah bagaimana gagasan kemudian menemukan bentuknya....
Tulisan ini merupakan bahan pelatihan "Teknik Konservasi untuk Rumah Tradisional" yang diadakan di Desa Jagalan, Kawasan Kotagede oleh Bp. Rizon Pamardhi-Utomo, Heritage Expert JRF ReKompak. Meskipun untuk pelestarian struktur kayu, prinsip-prinsipnya saya rasa dapat berlaku pula untuk pelestarian jenis material yang lain.
 

Prinsip Pelestarian Struktur Kayu
(ICOMOS, 1999)
Terjemah bebas dari “Principles for the Preservation of Historic Timber Structures (diadopsi oleh ICOMOS pada General Assembly XII di Mexico, Oktober 1999)
Rizon Pamardhi-Utomo

Prinsip dasar yang dapat dipraktikkan secara umum untuk perlindungan dan pelestarian bangunan kayu:
• Sadari arti penting bangunan kayu sebagai bagian dari pusaka budaya;
• Pahami keluasan ragam bangunan kayu bersejarah;
• Pahami kejamakan spesies dan kualitas kayu yang dipakai;
• Sadari kerentanan struktur kayu keseluruhan atau sebagian karena lapuk dan degradasi dalam kondisi lingkungan dan cuaca yang berbeda, yang disebabkan oleh fluktuasi kelembaban, cahaya, serangan jamur dan serangga, gerusan, api, dan lain-lain;
• Sadari semakin langkanya struktur bangunan kayu karena kerentanan, salah guna, serta semakin hilangnya ketrampilan dan pengetahuan tentang desain dan teknologi konstruksi tradisional;
• Pahami berbagai variasi tindakan dan perlakuan yang dibutuhkan untuk melestarikan sumberdaya pusaka tersebut;
• Rujuk piagam Venesia, Piagam Burra, dan doktrin UNESCO dan ICOMOS, kemudian terapkan pada pelestarian struktur kayu;
• Bikin rekomendasi berikut:

Inspeksi, Perekaman, dan Dokumentasi
1. Kondisi bangunan dan komponen-komponennya harus direkam dengan cermat sebelum ada penanganan apapun, begitu juga material yang dipakai untuk perlakuannya (sesuai Piagam Venesia Psl.16 & Prinsip ICOMOS utk Perekaman Pusaka). Semua dokumentasi relevan harus dikumpulkan, dikatalog, disimpan, dan mudah diakses, mencakup:
a. Karakteristik contoh material atau komponen yang tidak dipakai lagi dalam struktur;
b. Informasi tentang ketrampilan tradisional dan teknologi yang relevan;
c. Alasan khusus pemilihan material dan metode pelaksanaan pekerjaan pelestarian.
2. Diagnosis yang akurat dan menyeluruh mengenai kondisi dan penyebab kerusakan dan kegagalan struktur dari bangunan kayu yang bersangkutan harus diikuti dengan penanganan. Diagnosis harus berdasar bukti tertulis, inspeksi fisik, dan analisis, pengukuran kondisi dengan metode uji non-destruktif. Itu semua tidak menghalangi penanganan minor dan perlakuan darurat.

Pemantauan dan Pemeliharaan
3. Strategi koheren mengenai pemantauan dan pemeliharaan rutin sangat penting untuk perlindungan bangunan kayu dan signifikansi budayanya.

Penanganan/intervensi
4. Tujuan utama pelestarian adalah menjaga otentisitas dan integritas pusaka budaya. Oleh karena itu setiap penanganan harus didasarkan pada kajian dan penilaian yang benar. Permasalahan harus dipecahkan sesuai kondisi dan kebutuhan dengan memperhatikan nilai-nilai estetika dan kesejarahan, serta integritas fisik dari bangunan dan situsnya.
5. Setiap penanganan harus mengedepankan hal-hal berikut:
a. Mengikuti cara-cara tradisional;
b. Dapat diulang (reversible), bila secara teknis memungkinkan; atau
c. Setidaknya tidak menghalangi tindak pelestarian di kemudian hari, bila diperlukan;
d. Tidak menutup kemungkinan akses pembuktian di kemudian hari berkenaan dengan nilai-nilai bangunan.
6. Terhadap struktur kayu idealnya penanganan fisik sekecil mungkin. Dalam keadaaan tertentu, intervensi minimum dapat berarti bahwa pelestariannya membutuhkan pembongkaran keseluruhan atau sebagian, dan perakitan kembali sesudahnya untuk perbaikan struktur.
7. Dalam penanganan, keseluruhan bangunan harus dipandang sebagai kesatuan; seluruh material, termasuk komponen struktur, panel pengisi, pelindung cuaca, atap, lantai, pintu-jendela, dst, harus diberikan perhatian yang berimbang. Pada prinsipnya, sebanyak mungkin material yang ada harus dipertahankan. Perlindungan juga mencakup finishing permukaan seperti plesteran, cat, pelapis, wallpaper, dst. Bila harus memperbarui atau mengganti finishing, material asli, teknik, dan tekstur harus diduplikasi sejauh mungkin.
8. Tujuan restorasi adalah menjaga bangunan bersejarah dan fungsi yang disandang serta mengungkap nilai-nilai budaya dengan meningkatkan kejelasan integritas sejarah, kondisi dan desain awal, dalam batas jangkauan bukti material bersejarah, sebagaimana disebut dalam psl.9-13 Piagam Venesia. Komponen yang disingkirkan dari bangunan harus dikatalog, dan contohnya disimpan permanen sebagai bagian dari dokumentasi.

Perbaikan dan Penggantian
9. Dalam memperbaiki bangunan, kayu pengganti dapat dipakai dengan memperhatikan nilai kesejarahan dan estetika, dan bila itu merupakan pemecahan yang tepat untuk mengganti komponen atau bagian yang lapuk atau rusak, serta memperhatikan persyaratan restorasi.
Komponen baru harus dibuat dari spesies kayu yang sama dan dengan kualitas yang sama atau bahkan lebih baik dari yang diganti. Bila memungkinkan juga memiliki sifat alami yang serupa. Kandungan air dan karakteristik fisik kayu pengganti harus sesuai dengan struktur yang ada.
Ketrampilan dan teknologi konstruksi, termasuk penggunaan alat pertukangan, bila memungkinkan harus mencerminkan proses awalnya. Paku dan material pelengkap harus sama aslinya.
Dalam hal penggantian bagian komponen, bila cocok dan sesuai dengan persyaratan struktural, sambungan kayu tradisional harus dipakai untuk menyatukan yang baru dan lama.
10. Komponen baru atau bagiannya harus dapat dibedakan dari yang asli. Tidak dikehendaki menduplikat bentuk dan kerusakan alami komponen asli. Cara-cara tradisional atau modern dapat dipakai untuk menyesuaikan pewarnaan bagian lama dan baru, asal tidak merusak permukaan komponen kayu.
11. Komponen baru atau bagiannya harus ditandai berbeda-beda dengan meraut, cap bakar, atau cara lain, sehingga tetap dapat diidentifikasi kelak.

Cadangan Hutan Kayu Bersejarah
12. Perlu didorong penetapan atau perlindungan hutan cadangan dimana kayu yang sesuai dapat diambil untuk pelestarian atau perbaikan bangunan kayu. Lembaga yang berwenang dalam pelestarian bersejarah harus menetapkan atau mendorong penetapan cadangan kayu bagi pekerjaan tersebut.


Material dan Teknologi Modern
13. Material bantu modern seperti resin epoxy, dan teknik modern seperti perkuatan baja harus dipilih dan dipakai hati-hati, dan hanya dalam kasus dimana ketahanan dan perilaku struktural dari material dan teknik konstruksi telah terbukti dalam waktu lama. Utilitas dan pencegahan kebakaran harus dipasang dengan memperhatikan signifikansi sejarah dan estetika dari bangunan dan situsnya.
14. Pemakaian pengawet kimia harus dikendalikan dan dipantau secara hati-hati, dan hanya dugunakan bila kemanfaatanya dapat dijamin, yakni keselamatan publik dan lingkungan tidak terpengaruh, dan bila peluang keberhasilan dalam jangka panjang sudah jelas.

Pendidikan dan Pelatihan
15. Membangkitkan kembali nilai-nilai terkait signifikansi budaya bangunan kayu melalui program pendidikan merupakan syarat pokok bagi kebijakan pelestarian dan pembangunan yang berkelanjutan. Pembentukan dan pengembangan lanjut program pelatihan tentang perlindungan dan pelestarian struktur kayu perlu didorong. Pelatihan tersebut harus dilandaskan pada strategi komprehensif yang terpadu dengan kebutuhan produksi dan konsumsi berkelanjutan, dan memuat program pada tingkat lokal, nasional, dan internasional. Program-program harus bersangkutan dengan semua profesi dan keahlian terkait, khususnya para arsitek, konservator, insinyur sipil, perajin, dan pengelola situs.



Kaidah Perbaikan Pelestarian Struktur Kayu
(Sumber: Kuriakose, B. 2007. Conserving Timber Structures in India)


• Jangan memperbaiki yang (masih) benar, dan jangan mengganti yang dapat diperbaiki.
• Cari penyebab kerusakan/kegagalan, atasi masalahnya, dan perbaiki kerusakannya untuk kembali semula.
• Kebanyakan kegagalan karena kurang pemeliharan, atau karena perbaikan yang salah.
• Pakai material dan metode yang sama aslinya. Jangan pakai cara canggih yang dikembangkan untuk bangunan modern.
• Lestarikan fisik yang lama. Bangunan bisa bertahan lama karena memang berkualitas. Tidak ada bangunan lama yang dikonstruksi dengan buruk.
• Tolak gaya dan material imitasi. Tolak ide dekorasi anda sendiri. Tolak ide mengembalikan ke aslinya dulu. Bangunan lama tidak pernah orisinal, dan hanya baru sekali.
• Jangan mengembangkan rumah sebelum digunakan seluruhnya.
• Jangan sembarangan merubah bangunan, karena estetikanya terletak pada proporsinya (jadi jangan dirusak).
• Terima sejumlah iregularitas, miring sedikit, dan hal tidak lazim lain pada bangunan lama. Terima solusi cara lama.
• Jangan membongkar bangunan untuk melestarikannya, atau jadikan ini pilihan terakhir. Utamakan perbaikan di tempat (in-situ).


Friday, September 18, 2009

Sayembara Prakasa Masyarakat untuk Kota Lestari


Sayembara Prakasa Masyarakat untuk Kota Lestari

Latar Belakang

Tata ruang sebagai instrumen spasial dalam pembangunan kota, merupakan alat yang tepat untuk mengkoordinasikan pembangunan perkotaan secara berkelanjutan untuk mewujudkan kota lestari. Mengembangkan kota lestari sendiri berarti pemba-ngunan manusia kota yang berinisiatif dan bekerja sama dalam melakukan perubahan dan gerakan bersama. Sementara dalam kehidupan masyarakat, telah muncul dan tumbuh prakarsa maupun gagasan dalam berbagai bidang termasuk penataan ruang, yang memerlukan dorongan dan penemanan untuk lepas landas.


Kota Lestari adalah kota yang dibangun dengan menjaga dan memupuk aset-aset kota-wilayah, dan memperhatikan unsur sebagai berikut:

1. Aset manusia dan warga yang terorganisasi

2. Lingkungan terbangun

3. Keunikan dan kehidupan budaya

4. Kreatifitas dan Intelektual

5. Karunia sumber daya alam

6. Lingkungan dan Kualitas Sarana Perkotaan

7. Mampu melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim

Tujuan Sayembara

1. Mendorong Insiatif dan Prakarsa Masyarakat Perkotaan

2. Mengembangan berbagai konsep perwujudan Kota Lestari

3. Mengembangkan jaringan kerja sama kreatif antara Departemen Pekerjaan Umum (Ditjen Penataan Ruang) dengan stakeholder perkotaan

4. Menciptakan mekanisme dan reformasi birokrasi dalam pelaksanaan kegiatan penataan ruang yang mengakomodasi inisiatif masyarakat secara kesinambungan

5. Menciptakan dan mensosialisasikan pemahaman dan kepedulian masyarakat perkotaan tentang penataan ruang

6. Membangun forum pembelajaran tentang perwujudan kota lestari bagi masyarakat dan pemerintah

7. Merintis jalur dialog antara masyarakat perkotaan dan pemangku kepentingan

8. Memperoleh solusi baru dan alternatif dalam memecahkan masalah tata ruang

Ruang Lingkup Sayembara

1. Merupakan kegiatan penyelenggaraan penataan ruang: pembinaan, perencanaan tata ruang & pemanfaatan ruang berdasarkan aset kota lestari & pengendaliannya.

2. Memperhatikan unsur-unsur aset kota lestari

3. Memperhatikan kondisi lingkungan & lokasi pelaksanaan usulan peserta termasuk kondisi infrastruktur

4. Bagian dari upaya penanggulangan berbagai masalah terkait penataan ruang yang dihadapi masyarakat.

Tata Cara Dan Persyaratan

Sayembara terbuka untuk umum: Warga Negara Indonesia, baik individu atau kelompok, dan merupakan warga kota sesuai dengan lokasi usulan kegiatan.

Ketentuan Proposal Sayembara

1. Proposal wajib mencantumkan penjelasan sebagai berikut:

- Tujuan Pengajuan Proposal

- Manfaat proposal bagi warga dan lingkungan

- Rencana Kerja dan Strategi

- Rencana Anggaran

- Aktor Pelaksana Program

- Produk Akhir yang diharapkan

- Keberlanjutan proposal paska pelaksanaan (tahap pemeliharaan)

2. Proposal juga harus mengangkat kekhasan prakarsa lestari yang ada di wilayah tersebut yang dapat menjadi nilai tambah.

3. Proposal harus mencakup dan mengakomodir kegiatan prakarsa masyarakat lokal

4. Pelaksanaan proposal harus dapat diwujudkan dalam minimal 6 bln – maksimal 1th

5. Rencana anggaran program usulan berada dalam rentang biaya Rp 50-200 juta rupiah dengan rincian pengeluaran sesuai ketentuan pengeluaran pemerintah

Juri

1. Marco Kusumawijaya (urbanis dan arsitek)

2. Yuyun Ismawati (peraih Goldman Prize 2009: penghargaan internasional terhadap upaya penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup)

3. Imam Soedrajat (Direktur Penataan Ruang Nasional, Departemen Pekerjaan Umum)

Tata Cara Penyusunan Proposal

1. Ditulis maksimal 30 (tiga puluh) halaman, dengan huruf Arial-Narrow ukuran 12 point, spasi 1.5 (satu koma lima) dengan format PDF atau Word.

2. Dapat disertai ilustrasi (foto, karikatur, peta, grafik, skema, denah) minimal 1 buah

3. Proposal dikirimkan ke email: sayembarakotalestari@gmail.com

4. Mengunduh dan mengisi formulir pendaftaran di situs www.penataanruang.net dan prakarsakotalestari.wordpress.com

Tanggal Penting

1. Waktu Penyelanggara sayembara: 16 September – 6 November 2009

2. Batas Waktu Pengiriman Proposal: 6 November 2009 (cap pos)

2. Pengumuman Hasil Sayembara: 7 November 2009 di situs www.penataanruang.net dan prakarsakotalestari.wordpress.com

Informasi Sayembara

Kontak : Telepon 021 – 7226577, Fax : 021 – 7226577

Dian (081xxxxxxxxx) dan Dhika (081xxxxxxx)

Alamat surat : Subdit Kerjasama Lintas Sektor Direktorat Penataan Ruang Nasional

Gedung G II Lt. 2 Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Email : sayembarakotalestari@gmail.com

Situs : www.penataanruang.net; prakarsakotalestari.wordpress.com

Kenangan Orhan Pamuk atas Kota Istanbul

Perbedaan selalu saja ada dan mendorong terjadinya dinamika. Tidak luput pada pelestarian di Kotagede. Perbedaan itu bahkan sudah terlihat pada pendekatan yang harus diambil untuk membenarkan kegiatan pelestarian. Ada yang melihat pentingnya kemajuan sedangkan yang lain melihat kehati-hatian sebagai pertimbangan. Saya sendiri melihat keduanya harus berjalan bersamaan. Tanpa kehati-hatian, kemajuan membawa tindakan apapun justru jauh dari pelestarian. Untuk itulah, apapun pendekatannya maka persamaan persepsi terhadap prosedur yang benar mutlak dibutuhkan.

Membaca "Istanbul", saya diingatkan kembali bahwa tidak semua yang digali dari masa lalu menjadi satu-satunya yang terbaik-baik. Apalagi Orhan Pamuk sebelumnya menceritakan perjalanan kota yang penuh "huzun" atau kemurungan. Karenanya, tembok-tembok kota mewakili sebuah cerita murung yang benarkah perlu diperlihatkan kembali dengan cara yang sama dia dibesarkan. Pamuk menunjukkan penulis-penulis seperti Ahmet Rasin yang dengan cara lain bercerita mengenai Istanbul. Bercerita tentang masa sekarang yang semarak dan membahagiakan melalui berbagai kejadian-kejadian di Istanbul. Tentu saja tidak semua kejadian bahagia. Dengan cara ini pula, Rasin mencoba menggambarkan Istanbul bukan dengan cara barat "membayangkan" Istanbul melainkan dengan apa adanya.

Tentang Orhan Pamuk dan Istanbul-Kenangan Sebuah Kota
Menurut Wikipedia, Pamuk dilahirkan di lingkungan keluarga berada. Ayahnya adalah CEO pertama IBM Turki. Ia belajar di Sekolah Menengah Umum Amerika Robert College di Istanbul. Kemudian ia mengambil program arsitektur di Universitas Teknik Istanbul, karena tekanan keluarganya agar ia menjadi insinyur atau arsitek.
Namun ia berhenti setelah tiga tahun dan menjadi seorang penulis penuh waktu. Pamuk lulus dari Institut Jurnalisme di Universitas Istanbul pada 1977. Ia menjadi sarjana tamu di Universitas Columbia di New York City dari 1985 hingga 1988, dan pada masa yang sama ia pun menjadi mahasiswa tamu di Universitas Iowa. Lalu ia kembali ke Istanbul. Parmuk dianugerahi Penghargaan Kesusastraan Nobel pada 12 Oktober 2006. Pamuk menerbitkan memoir/catatan perjalanan İstanbul-Hatıralar ve Şehir pada 2003.



Wednesday, September 02, 2009

Celosia Building / MVRDV with Blanca LleĆ³

Sumber : iai_diy@yahoogroups.com; Wednesday, September 2, 2009 4:35 AM

Architect: MVRDV & Blanca LleĆ³
Location: Madrid, Spain
Client: EMVS
Year: 2009
Budget: 12.6M Euro
Constructed Area: 21,550 sqm
Photographs: Ricardo Espinosa
edf_cel_bp04 edf_cel_bp07 edf_cel_bp11 edf_cel_bp20
In Madrid-Sanchinarro the first residents received the keys to their apartments in the just completed Celosia building. Jacob van Rijs of MVRDV and Blanca LleĆ³ have completed the social housing block near the Mirador Building, which is an earlier collaboration. The perforated block of Celosia assembles 146 apartments, communal outside areas throughout the building, and parking and commercial program in the plinth. The total floor area is 21,550 sqm. With a construction cost of 12,6 million Euro the apartments can be sold for affordable prizes. The city block is opened and allows wind and light to enter the building, offering vistas and outside spaces contrasting the surrounding area. The client is EMVS, the public housing corporation of the city of Madrid.
edf_cel_bp03
The given volume of the city block was divided into 30 small blocks of apartments. These blocks are positioned in a checkerboard pattern next to and on top of each other, leaving wide openings for communal patios throughout the building. 146 one-, two- and three-bedroom apartments are all accessed via these communal spaces. Most apartments offer additional private outdoor space in the shape of a loggia right behind the front door. Inhabitants have the possibility to gather in the communal high-rise patios which offer views towards the city and the mountains and provide natural ventilation in summer. Opening the front doors connects the private outdoor areas to the communal area.
edf_cel_bp15
The faƧade is made of coated concrete which was from the ground floor up constructed in complete mould system, an efficient and clean way to cast concrete, keeping the construction cost to a minimum; an important asset for this social housing project. The polyurethane coating allows the faƧade to shimmer and reflect depending on the light condition.
All windows are floor to ceiling height and can be shielded from the sun. Each apartment has the possibility of cross ventilation through two or three facades and enjoys views through the building and to the surrounding. A system of power efficient boilers is used in the building; solar panels on the roof heat water reducing energy consumption further.
edf_cel_bp08
Underneath the building a parking garage on two levels provides 165 parking spaces. The ground floor offers room for 6 individual retail units.
The nearby Mirador building which was completed by MVRDV and Blanca LleĆ³ in 2005 also discusses the traditional building block by putting it vertical. The Celosia building is horizontally arranged around the interior court but opposes the generic introverted architecture in the area by bringing light and communal space into the building allowing a perhaps more extraverted Spanish lifestyle as every apartment opens up to a small plaza.






reVision Dallas / Entangled Bank

01-entangled-bank-birdseye
The Re: Vision Dallas competition named three winners, two of which we previously featured on AD (DB + P and Atelier Data + Moov). The third winner is Little, a studio based in North Carolina, with their Entangled Bank proposal. “Entangled Bank combines heavy duty technological prowess with artistic integration of systems. The building is designed as a holistic, integrated design…The Entangled Bank entry materials was incredibly impressive… Each unit type was designed, completed with suggested sale price and amount of energy consumption. A wide array of green collar job programs were provided that work with the design of the building to engage residents and educate visitors. All of the jurors were struck by the thorough and joyous submission of Entangled Bank,” explained juror Eric Corey Freed.
More about the project (including a great video) after the break.
Entangled Bank is a series of complex networks connecting various elements in the community. Similar to how “a natural bank itself is meant to sustain and offer every opportunity for its constituents to succeed”, the same notion can be related to the social landscape of Dallas. “This project offers the opportunity to develop a network that supports those that flourish…but also rehabilitates those that have withered,” explained the architects.
05-entangled-bank-context
The project utilizes innovative sustainable strategies to improve the natural environment. The south facing solar facade is seamlessly woven together with vertical wind turbines and an onsite biogas plant. The tower is on the south side to be self shading to the courtyard below, and sculpted by the angles of the sun. The east face of the tower is a folded plate living wall, incorporating the units for maximum day-lighting control, not revenue.
02-entangled-bank-elevated-park
Yet, the architects went a step further and began to wonder if “perhaps this project will seek to sustain what might be our richest and most influential resource…the human. All too often we focus on hanging the effect without reviewing the cause.” Inspired by the entangle bank metaphor, the project developed into a space that will ”fertilize” an old parking lot in the hopes that dormant seeds of retail, commercial, residential and social equality if given water, in the form of education and teaching, and sunlight, represented in the sustainable movement of nature and man, can encourage this bank to flourish and grow beyond its original footprint.” In doing so, the proposal hopes to transform the city block into not just a newer city or country, but eventually create “a world that can sustain itself and also rehabilitate and support the people that are a part of that network.”
03-entangled-bank-street-view
entangled-bank-site-context
entangled-bank-section-perspective
entangled-bank-plan-level-1
06-entangled-bank-meandering-path

04-entangled-bank-vertical-farm

FIRM: Little
Charlotte, Noth Carolina
Team Members:
Bradley Bartholomew
Ashley Spink
Stacy Franz
Kevin Franz
Kumar Karadi
Don Breemes
Coby Watts
Chad Lukenbaugh
Jason Bizzaro
Ryan Davis
Philippe Bouyer
Bo Sun