Saturday, January 27, 2007

Menikmati matahari di Van Mieu

Il y a du soleil!!! Setelah sekian hari bersama hari-hari yang suram. Tanpa matahari. Langit abu-abu. Dan dingin. Akhirnya dia ada di sana, ada sinarnya dan ada rupanya yang bulat terang di langit (yang biru, hehe...).

Sebenarnya, kalau tidak ada matahari, rencananya hari ini aku, Kannika dan Munim sekeluarga akan ke Museum of Fine Arts, tidak jauh dari apartemenku. Kami pilih museum supaya tidak harus berada di luar ruang yang di cuaca yang sedang dingin ini. Berhubung Kannika, akhirnya, mengirim email pengumuman bahwa dia sakit, tepatnya sakit kepala, akhirnya aku usul untuk membatalkan saja acara arisan yang direncanakan. Sebenarnya aku tidak ada rencana Sabtu ini selain membeli tiket bulanan untuk Februari di Ga Ha Noi. Karena ada matahari, aku memutuskan keluar mencari obyek yang ada di luar ruangan. Dan targetnya adalah Van Mieu - Quoc Tu Giam.

Letaknya tepat di seberang Museum of Fine Arts. Aku cukup jalan kaki untuk bisa sampai sana. Untuk masuk, 5000 Dong untuk tiket serta tambah 3000 untuk dapat brosur mengenai Van Mieu ini. Entah kenapa di Lonely Planet tertulis 20000 D untuk masuk.

Sejarah singkatnya bisa diliat di brosur ataupun di Lonely Planet. Kita dapat langsung mengenali situs ini dari deskripsi visualnya yang berbeda dari lingkungan fisik yang berada di sekelilingnya, bangunan ruko bertingkat 4-5 dan lebih. Aku pikir, dengan bagian samping dan belakang dikeliling oleh dinding setinggi 2 meter sedang bagian depan oleh pagar besi telah membuatnya seperti pulau di antara lautan ruko.

Aku kutipkan sejarahnya dari Lonely Planet:

Van Mieu atau Temple of Literature. Dibangun tahun 1070 oleh Emperor Ly Thanh Tong dari Dinasti Ly, yang mendedikasikannya untuk Confucius (Khong Tu). Enam tahun kemudian, pada tahun 1076, universitas pertama Vietnam didirikan untuk mendidik keluarga kerajaan, kemudian para sarjana terbaik. Di situ kemudian diadakan ujian-ujian untuk merekrut para pegawai kerajaan.

Tahun 1484, Emperor Le Thanh Tong (perhatian yang ini dari Dinasti LE) memerintahkan pembuatan prasasti di atas lokasi Van Mieu untuk mencatat nama, tempat lahir mereka yang telah meraih sarjana dengan lulus ujian tiga tahunan sejak 1442. Meskipun 116 ujian telah diadakan antara 1442 dan 1778, hanya 82 prasasti saja yang masih ada.

Tahun 1802, Emperor Gia Long (Dinasti Nguyen) memindahkan universitas ke ibukotanya yang baru di Hue dan bekas universitas dimanfaatkan sebagai temple untuk Khia Thanh.


Van Mieu terdiri dari 5 seri courtyard. Antara courtyard saling ditemukan oleh gerbang (gambar 1: Gerbang Dai Trung) yang bentuknya berbeda-beda dan diteruskan oleh satu jalur jalan kaki. Courtyard tersebut diisi oleh taman, pohon-pohon tinggi, antara bentuk yang terbangun dengan situs alam saling melengkapi. Aku pernah baca kalau filosofisnya, orang Vietnam senang mengambil citra alam sebagai bagian dari lingkungannya. Di courtyard yang ketiga, kita bisa melihat bangunan-bangunan terbuka di mana di simpan 82 prasasti namun yang menarik perhatian adalah adanya danau yang dominan di court ini. Danau tersebut dipanggil Thien Quang Tinh (Gambar 2).

Kesatuan Temple of Literature - Quoc Tu Giam dibangun dalam periode-periode serta dinasti yang berbeda. Temple tersebut tidak hanya mewakili kultur Hanoi, tapi juga pusaka arsitektur yang bernilai tinggi dari perspektif artistik serta historiknya (Hung, 2001). Aku lihat dasar konstruksi, penggunaan material yang sama tapi diselesaikan oleh dekorasi yang berbeda. Karena termasuk temple yang kelasnya tinggi, kita akan melihat detil-detil dekorasi yang khas. Dari bentuk-bentuk yang berbeda tersebut, kelihatan bagaimana arsitektur telah diolah untuk mendapatkan citra tertentu.

Misalnya bangunan yang berfungsi menyimpan prasasti-prasasti tidak diselesaikan dengan dekorasi yang mendetil, juga tidak diberi warna tertentu dibanding pada Temple yang didedikasikan untuk Confucius yang diberi warna merah, dengan lukisan naga yang menggunakan tinta emas. Serupa dengan arsitektur di Jogja, di mana ada anggapan bahwa apa yang dipakai raja di arsitektur Kraton, tentu saja tidak pantas kalau dipakai oleh rakyatnya. Maka lantas, muncullah bentuk-bentuk populer yang mewakili estetika yang bukan "kelas" tersebut. Kita lihat nanti bagaimana rupa yang populer itu muncul dalam pesona urban Hanoi....


Friday, January 26, 2007

Kereta Jam 9

Area di mana apartemenku berada dekat sekali dengan rel kereta api. Tidak langsung berhadapan. Bagian belakang bangunan-bangunan yang berada di depan apartemenku yang langsung menghadap ke rel kereta api. Pertama kali aku sadar bertetangga dengan rel kereta api ketika aku harus bertemu dengan Normand di kantor UNESCO Hanoi di jalan Cao Bào Quàt, tidak jauh dari Park Lenin. Karena aku lihat di peta, jalan itu tidak jauh dari apartemenku, jadilah aku memutuskan untuk ke sana dengan jalan kaki. Sekaligus melihat salah satu Patung Lenin yang masih tersisa di dunia. Saat itulah aku menemukan rel kereta itu, terbentang melintasi jalan Dien Bien Phu. Semakin sadar ketika aku mulai menyimak bahwa setiap jam-jam tertentu, seperti jam 6 atau jam 9 malam selalu ada bunyi panjang yang sama, bunyi klakson kereta api, "teeet...teeet...".

Rel kereta api di tengah kota memang bukan hal biasa. Stasiun kereta pertama biasanya dibangun bersamaan dengan tumbuhnya kota modern, berfungsi untuk menata teritori suatu wilayah dengan kota tersebut sebagai pusatnya. Maka, lumrahlah kalau stasiun kereta berada di tengah kota. Di Yogyakarta ada Stasiun Tugu, di Jakarta ada Stasiun Jakarta Kota sedang di Hanoi ada Ga Ha Noi (Stasiun Hanoi). Seiring semakin besarnya kota, rel kereta yang tumbuh keluar kota menjadi semakin pendek karena kota yang semakin mekar.

Yang aku perhatikan adalah kehidupan di sekitar rel kereta tersebut. Kalau di Indonesia, karena akuisisi lahan di sekitar rel yang milik PT K.A. adalah "ilegal" dan "informal" maka yang muncul adalah kehidupan yang terpaksa. Yang tumbuh kemudian adalah bangunan-bangunan temporer terbuat dari papan, dari seng atau material apapun yang seadanya tanpa takut akan rugi bila suatu hari terpaksa pergi. Sementara kehidupan di sekitar rel di Hanoi berkesan formal. Rapi, bersih dan permanen. Rumah berlantai satu atau dua dengan akses masuk dekat dengan rel kereta (maksudnya bukan pintu belakang yang dekat dengan rel). Kemudian aktivitas menjemur, memasak nasi ataupun kegiatan produksi biasa pula di lakukan di ruang antara rel serta muka rumah. Ruang tersebut selain menjadi jalan pintas bagi pejalan kaki dan pengendara motor, lebarnya yang kira-kira 2 meter aku lihat bisa pula termanfaatkan menjadi lahan parkir. sementara di ujung pertemuan rel kereta dengan jalan Dien Bien Phu, ada saja penjual "baguette" yang nongkrong dengan dagangannya tepat di atas rel.

Ya, aku tidak bisa membayangkan bagaimana manajemen resiko yang diterapkan baik perusahaan kereta serta para pemilik rumah di sepanjang sisi rel kereta. Bayangkan kalau ada kereta yang tiba-tiba anjlok, yang tiba-tiba keluar rel dan entah meloncat ke mana. Dan sepertinya dia bisa berhenti pula tepat di depan
apartemenku. Hiii....


Monday, January 22, 2007

ayo naik bis - 2


















INCROYABLE!!!

Halte bus bisa hilang. Hehe. Satu halte bus di Hang Bong, halte di mana aku tunggu jalur 09 buat ke Hoan Kiem dan halte dekat Museum of History kalau naik bus 02. Fotonya ada di atas ini. Kalau kebetulan melihatnya, tolong menghubungi aku. Hehe....

Sebenarnya tidak mengherankan karena aku pernah baca di Lonely Planet, kalau jalur bus tidak pasti di Hanoi. Ada kemungkinan bisa berubah. Tapi yang aku tidak sangka, kalau itu termasuk menghilangkan halte.

Oke. Di luar itu. Masih tidak percaya kalo "aku bisa naik bis" dianggap sesuatu yang ajaib oleh teman-teman di Hanoi. Thao bilang aku "adaptable", Hanh bilang "bisa merasakan suasana sehari-hari" dan sebagainya.

Bis itu - menurutku - sebetulnya berarti jaminan keteraturan. Kannika bilang, dia tidak suka dengan bis di Hanoi. Tidak seperti di Bangkok (dan Indonesia kebanyakan) bis di sini hanya berhenti di halte. Di Paris sekalipun, bis bisa berhenti di lampu merah. Jadi, (supir) bis di sini tingkat disiplinnya bagus. Seperti lagu 'Kereta Api', berhentinya punya hanya sekian detik. Kadang kalau kita lelet naik atau turun, pasti ada lagu (maksudnya kata Vietnam) yang mengingatkan untuk cepat. Naik bus, berarti kita harus naik turun di halte. Kita mengingat-ingat pertemuan jalur2 bis supaya bisa sambung menyambung untuk sampai ke tempat tujuan. Ada keteraturan menyangkut waktu tempuh, jalur yang dijalani serta bis yang membawa kita. Maka, itu tidak seperti naik motor di Hanoi yang membawa kita bebas ke mana dan bagaimana.

Yang kedua, ada petualangan ketika naik bis. Pertama, bagaimana pintunya terbuka, ada yang satu pintu, dua pintu terbuka hanya satu atau dua2nya terbuka. Kemudian di dalam, melambai2kan kartu bis juga suatu yang belum selesai. Aku tidak pernah bisa menebak di mana kondektur berada. Kadang sambil melambai, mataku mencari2 di mana kondektur berada. Sering tidak ketemu. Ketika aku di tengah, baru sadar kalau dia duduk di bangku di depan. Di tengah, dengan jenis-jenis tataan bangku yang berbeda-beda, aku belum selesai membuat adaptasi dengan variasi tataan tersebut. Apakah aku senang duduk di bagian depan, tengah atau belakang. Apakah lebih baik berdiri, duduk. Menyender di bagian dinding, di rel atau berpegangan. Di luar bahwa aku kerap naik jalur yang sama, posisi di mana aku duduk memberi cara menikmati bis yang berbeda. "Keteraturan" di sini, bagaimana kita memunculkan kemampuan untuk bisa beradaptasi secara cepat (untuk waktu yang singkat) untuk berada di dalam sebuah bis.

Dalam pemandangan sehari-hari Hanoi yang serba tidak tertebak, aku membayangkan bagaimana orang Hanoi bernegosiasi dengan dua hal teratur tersebut. Bagaimana ya?

ayo naik bis

Satu hal yang aku pelajari dari "teman travelling"-ku selama ini adalah bila berada di daerah yang baru perlu segera tau bagaimana untuk memobilisasi diri. Ini termasuk untuk segera punya map/peta (bisa ngunduh dari internet), buku panduan (kalau punya duit bisa beli lonely planet) walau menikmati kota dengan cara yang tidak biasa lebih menarik dan cari tau transportasi paling umum di daerah itu. Temanku dari host institution di sini, Thu, selalu menyarankan untuk naik xe om, nama ojek di Hanoi, tanpa sekalipun pernah mengajarkan bagaimana naik bis. Seingatku menyebut kata bispun tidak.

Menurutnya, bis di Hanoi tidak nyaman, meskipun diakuinya kalau dia belum pernah naik bis.
Tapi buatku, naik bis jadi keharusan. Satu, supaya tidak termanja oleh "melambai, menawar, duduk dan sampai" dan Dua, naik xeom benar-benar bisa menguras isi saku. Minimal naik xe om biasanya 10ribu, bandingkan dengan dengan bis yang 3000 sekali naik. Ada pilihan yang ketiga, sebenarnya, yaitu jalan kaki. Tapi dalam kondisi cuaca yang sedang dingin-dinginnya, aku tidak menyarankan diriku untuk mengambil pilihan terakhir ini. "We can have a strong legs," canda resepsionis apartemenku.

Akhir bulan lalu aku memutuskan buat mendaptar untuk bisa beli tiket bulanan. Dengan masukan dari Kannika untuk mendaftar di kios Ga Ha Noi (maksudnya stasiun kereta) plus bantuan teman resepsionis tadi untuk menterjemahkan formulir, jadilah aku mendapatkan kartu dengan foto 2x3-ku menempel sebagai pengenal. Setiap bulan, aku harus membayar 80000 untuk mendapatkan sejenis stiker tanda berlangganan. Kalau aku bisa mendaftar sebagai pelajar, ada tarif potongan seharga 50000. Sayangnya itu 5 tahun lalu.

Dan ternyata, bis di sini nyaman luar biasa. Mereka tertib berhenti hanya di halte. Artinya, ada jaminan kalau aku menunggu di halte, tidak lantas harus berlari karena bisnya harus menurunkan penumpang beberapa meter yang lain dan memilih melewatiku untuk berhenti di beberapa meter yang lain. Haltenyapun bersih, dilengkapi dengan bangku panjang terbuat dari alumunium. Sepertinya menjelang ASEM' 06 kemaren ada gerakan membuatkan halte bis. Halte dilengkapi pula papan penunjuk arah yang meskipun dalam bahasa Vietnam, tapi cukup informatif karena nama jalan-jalan yang dilalui ditulis lengkap. Bis-bisnya bersih seperti transJakarta ketika mulai dioperasikan. Menurut pengamatanku, ada dua macam; bis yang Prancis karena ada tulisan "Sorti" (keluar) dan model Korea karena ada tulisan Daewoo (yang artinya bukan keluar!!!). Buatku, model Prancis lebih ramah karena daun pintu keluarnya ada empat. Artinya, terbukanya lebih lebar hingga tidak berkesan desak-desakan.

Sejauh ini, aku sudah hapal untuk naik ke bis ke host institution-ku di Giai Phong dengan jalur 32, nyegat di Le Duan. Ke Hoan Kiem Lake naik jalur 09 nyegat di Hang Bong. Dan pulang ke apartemen di Tang Duy Tan naik 02, 09, 32 dan 34. Hehehe....

Saturday, January 20, 2007

Menjelang Gerimis bersama Ernest Hebrard

Hujan pertama di Hanoi. Maksudnya pertama sesudah satu bulan aku di sini. Kannika sudah wanti-wanti, kata temannya, hujan seperti ini walau masih kecil (gerimis maksudnya) tetap bisa bikin sakit. Hujan memang makin berpengaruh pada cuaca, makin dinginnnn.... Dingin pula yang membuat kami memutuskan untuk ke Museum of History ketimbang ke Van Mieu "Temple of Litterature". Bayangkan harus berada di ruang terbuka dalam cuaca hari ini....

Lokasi museum ini menurutku tidak berpretensi untuk menunjukkan kemegahannya. Letaknya tersembunyi di balik pohon-pohon tinggi sehingga kehadirannya baru akan tampak kalau sudah berada di balik pagar halamannya. Bangunan ini pun mesikpun gemuk tidak terlalu tinggi sehingga tidak lalu mendominasi bangunan-bangunan rumah model vila yang ada di sekitar French Quarter. Kombinasi ini mungkin karena si perancang, Ernest Hebard tidak hanya arsitek tapi juga perencana urban. Maksudnya, merancang bangunan berarti juga melihat konteks lingkungannya; apakah mau menjadi dominan, mengisi yang kosong atau menjadi tetangga yang ramah.

Secara arsitektural, bangunan ini merupakan representasi cita-cita arsitektur Indochina E. Hebrard. Sebagai arsitek Prancis, tentu saja bekalnya adalah
kosakata arsitektural Prancis. Detil-detil yang kita lihat di museum ini kebanyakan oriental, barangkali ada usaha untuk mengawinkan keduanya. Soal skala, teknik konstruksi serta tipologi untuk bagian pengaruh Prancis, sementara bagian detil adalah untuk pengaruh oriental. Aku tidak tahu apakah bisa disebut mendapat pengaruh oriental kalau hanya muncul pada detil over hang, sudut atap serta pagar balkon (atau lorong entah apa karena tidak diaktifkan) sempit. Makna yang berbeda. Ada usaha untuk menanggapi iklim? Atau sekadar inspirasi. Mungkin inspirasi yang muncul setelah mengamati sekian tipe arsitektur di Indocina serta kosakata detil arsitekturalnya. Mungkin kalau bisa menemukan bangunan asli Vietnam yang skala dan fungsinya mendekati, kita bisa bilang kalau ada pengaruh oriental di situ. Ya, mungkin ada bacaan lain yang bisa menjelaskan apa yang sedang dikerjakan Hebrard ini.