Sunday, April 08, 2007

World Heritage Site or World Tourism Site


Sepuluh hari lalu aku di Hoi An untuk sebuah workshop. Satu malam di Hue dan pulang dengan kereta malam. Reunification Express yang menghubungkan Saigon (HCMV) dengan Hanoi.

Perjalanan makin menyenangkan karena diskusi panjang lebar dengan satu pasangan dari Jerman, Marcus dan Gwendoline. Marc, seorang fire engineer bekerja di London serta Gwen bekerja di urusan TI di Paris (dunia memang sempit bukan). Buat mereka, Vietnam adalah kunjungan pertama mereka ke Asia.

Diskusi kami terjadi di seputaran pengalaman selama di Hoi An. Atmosfer yang dirasakan di Hoi An menggelitik kami untuk mempertanyakan soal2 seperti ada apa dengan heritage, world heritage. Apa manfaat dan apa peran aktor2 tertentu dalam bidang ini.

Turisme merupakan pangkal soalnya. Hoi An memang luar biasa. Dengan banyak struktur tua yang terpelihara bisa jadi sebuah kisah keberhasilan sebuah kawasan konservasi. Dengan orang2 yang tinggal di kawasan ini, jadilah satu contoh pula untuk kisah sukses konservasi living heritage. Tapi buat kami Hoi An terlalu jauh sehingga kesan yang muncul justru sebuah teater living heritage. Gwen bahkan menyamakan Hoi An dengan disneyland, taman bertema yang secara spasial ditata sedemikian untuk jadi sebuah paket atraksi.

Sebetulnya, mungkin tidak sejauh itu. Tapi komersialisasi yang terlalu berlebihan mungkin membuat kesan semua2 yang ada di Hoi An hanyalah sebuah tontontan. Deretan kafe2 cantik a la Eropa, resto lokal dengan tawaran cooking class, deretan taylor serta toko sepatu yang semua2 menyasar turis memberi cap yang dalam spasialisasi industri kultural. Begitu pula kehidupan yang sebenarnya normal seperti orang2 yang duduk2 depan rumah, melakukan ritual ibadah, akhirnya tampak menjadi bagian dari tontonan tersebut.

Ketika mengaitkan dengan turisme yang menyasar orang barat, Gwen kemudian berhipoteses bahwa predikat world heritage sebenarnya hanya alih2 barat untuk mempertahankan hegemoninya atas Asia. Konsep barat sebagai yang dominan dan menempatkan Asia sebagai obyek eksplorasi. Meskipun yang disasar adalah orang barat berduit dengan dalih sumber devisa, pembangunan atau apapunlah namanya, namun pemosisian antara siapa memanfaatkan siapa adalah pertanyaan mendasarnya.

Diskusi kami hanya berputar2 pada pertanyaan tanpa jawaban. Tapi kami sepakat bahwa setiap orang, bangsa berhak... untuk memberi jawaban...:)