Monday, June 13, 2011

Menghidupi bangunan tua lebih lama..


Salah satu bangunan di Wina yang aku kunjungi adalah Gasometer. Tentang Gasometer ini, ceritanya pertama kali aku tahu saat Prof. Erich Lehnner presentasi di BI (eks DJB) Jogja sekitar dua tahun lalu. Ia dosen arsitektur di TU Wien, Austria.
Gasometer adalah tangki penyimpanan gas yang melayani Kota Wina. Jumlahnya ada empat dengan kapasitas sekitar 90.000 m3 atau yang terbesar di seluruh Eropa. Dibangun tahun 1896-1899 oleh perusahaan gas Gaswerk Simmering.
Lokasinya di Distrik 11, Simmering. Dari pusat kota, bisa menumpang subway nomer 3 jurusan Ottakring-Simmering.
Karena perubahan sumber gas, Gasometer tidak digunakan lagi sekitar tahun 1980an. Kemudian dimatikan, namun sebelumnya telah ditetapkan sebagai pusaka kota sekitar tahun 1978. Bentuknya yang besar, diselimuti oleh material batu-batu terawat dengan baik.
Sekitar tahun 1990an, Kota Wina memutuskan untuk menghidupkan kembali Gasometer. Bukan sebagai Gasometer, tetapi untuk fungsi lain seperti tempat tinggal, komersial dan perkantoran. Ada empat arsitek yang terpilih, yaitu Jean Nouvel (Gasometer A), Coop Himmelblau (Gasometer B), Manfred Wehdorn (Gasometer C) dan Wilhelm Holzbauer (Gasometer D).
Gasometer ini contoh bagaimana bangunan tua dan bersejarah sebenarnya memiliki alternatif perlakukan selain sekadar diawetkan. Contoh lain seperti Museum Orsay di Paris, yang sebelumnya adalah stasiun kereta api. Di Jakartapun kita punya contoh seperti Museum Fatahilah yang sebelumnya adalah Balai Kota.